Minggu, 06 Mei 2012

Kisah pengorbanan seorang ibu terhadap anak yang dicintainya




Kiranya di dunia ini, tidak ada budi yang bisa mengimbangi ataupun membalas cinta seorang ibu. Cinta seorang ibu mengalir dalam darah dan ruh kita. Anak adalah buah cinta dari dua hati, namun ia tidak dititipkan dalam dua rahim. Ia dititipkan dalam rahim sang ibu. Selama sembilan bulan disana ia hidup dalam kesunyian sambil menghisap saripati kehidupan sang ibu. Kemudian ia keluar diantar oleh darah sang Ibu.
Berikut adalah sebuah kisah tentang pengorbanan seorang ibu terhadap anak yang sangat dicintainya. Mudah-mudahan ada hikmah yang dapat diambil setelah membaca kisah ini. Dan juga dapat menambah rasa sayang kita terhadap orang tua, terutama Ibu yang telah melahirkan dan merawat kita dengan cinta kasihnya yang tulus.

 Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal dunia karena sakit. Sang ibu sering merasa sedih memikirkan anak satu-satunya itu. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk, yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi. Sang Ibu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan : "Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati" Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. Sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.

Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja untuk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa. Hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi. Berita hukuman itu pun sampai ke telinga si ibu, dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan: "Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya"

Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur, si ibu kembali ke rumah. Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan.

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong menyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah bersiap dengan pancungnya dan si anak pun sudah pasrah dengan nasibnya Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya.

Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Namun sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang. Sudah lewat lima menit dari waktu yang ditentukan dan suasana sudah mulai berisik. Akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada.

Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat. Dengan jantung berdebar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah. Tahukah anda apa yang terjadi? Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng.

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

Demikianlah sangat jelas kasih seorang ibu untuk anaknya. Betapapun jahat si anak, ia tetap mengasihi sepenuh hidupnya. Marilah kita mengasihi orang tua kita masing masing selagi kita masih mampu karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di dunia ini. Sesuatu untuk dijadikan renungan bagi kita, gar kita selalu mencintai sesuatu yang berharga yang tidak bisa dinilai dengan apapun.


REVIEW  

SUBHANALLAH. Dari dulu sampai sekarang saya selalu meneteskan air mata ketika melihat orang tua saya merasakan sedih atau kelelahan akibat bekerja di kantor. Ibu adalah pahlawan hidup saya dari saya baru terlahirkan kedunia. Pengorbanannya yang tak terlukiskan oleh apapun membuat saya bangga dengan beliau. Tetapi saya juga heran dengan anak yang tidak mau menghargai orangtuanya, contohnya seperti kasus diatas. Benar-benar tidak punya hati , padahal sang ibu sudah membela mati-matian demi membebaskan sang anak dari hukumannya tetapi apa yang dipikirkan anak tersebut, dia tidak perduli bahkan mungkin melupakan jasa-jasa ibunya. Namun setelah ibunya meninggal barulah ia sadar betapa besarnya kesalahan yang telah ia perbuat. Dari kasus tersebut kita bisa belajar bahwa kita sebagai anak wajib mematuhi dan menghormati orangtua, apalagi sampai membangkang, karena dosa yang akan kita terima sangatlah berat.

Pengabdian Seorang Dokter Yang Menyentuh Hati



Ketika biaya perawatan dokter dan rumah sakit semakin membubung tinggi, tidak ada yang berubah dari sosok Lo Siaw Ging, seorang dokter di Kota Solo, Jawa Tengah. Dia tetap merawat dan mengobati pasien tanpa menetapkan tarif, bahkan sebagian besar pasiennya justru tidak pernah dimintai bayaran.
Maka, tak heran kalau pasien-pasien Lo Siaw Ging tidak hanya warga Solo, tetapi juga mereka yang berasal dari Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Klaten, Boyolali, dan Wonogiri. Usianya yang sudah menjelang 75 tahun tak membuat pria itu menghentikan kesibukannya memeriksa para pasien.
Dokter Lo, panggilannya, setiap hari tetap melayani puluhan pasien yang datang ke tempatnya praktik sekaligus rumah tinggalnya di Jalan Jagalan 27, Kelurahan Jebres, Kota Solo. Mayoritas pasien Lo adalah keluarga tak mampu secara ekonomi. Mereka itu, jangankan membayar ongkos periksa, untuk menebus resep dokter Lo pun sering kali tak sanggup.
Namun, bagi Lo, semua itu dihadapinya dengan ”biasa saja”. Dia merasa dapat memahami kondisi sebagian pasiennya itu. Seorang pasiennya bercerita, karena terlalu sering berobat ke dokter Lo dan tak membayar, ia merasa tidak enak hati. Dia lalu bertanya berapa biaya pemeriksaan dan resep obatnya.
Mendengar pertanyaan si pasien, Lo malah balik bertanya, ”Memangnya kamu sudah punya uang banyak?”
Pasiennya yang lain, Yuli (30), warga Cemani, Sukoharjo, bercerita, dia juga tak pernah membayar saat memeriksakan diri. ”Saya pernah ngasih uang kepada Pak Dokter, tetapi enggak diterima,” ucapnya.
Kardiman (45), penjual bakso di samping rumah dokter Lo, mengatakan, para tetangga dan mereka yang tinggal di sekitar rumah dokter itu juga tak pernah diminta bayaran. ”Kami hanya bisa bilang terima kasih dokter, lalu ke luar ruang periksa,” katanya. Cara kerja Lo itu membuat dia setiap bulan justru harus membayar tagihan dari apotek atas resep-resep yang diambil para pasiennya.
Ini tak terhindarkan karena ada saja pasien yang benar-benar tak punya uang untuk menebus obat atau karena penyakitnya memerlukan obat segera, padahal si pasien tak membawa cukup uang. Dalam kondisi seperti itu, biasanya setelah memeriksa dan menuliskan resep untuk sang pasien, Lo langsung meminta pasien dan keluarganya menebus obat ke apotek yang memang telah menjadi langganannya. Pasien atau keluarganya cukup membawa resep yang telah ditandatangani Lo, petugas di apotek akan memberikan obat yang diperlukan.
Pada setiap akhir bulan, barulah pihak apotek menagih harga obat tersebut kepada Lo. Berapa besar tagihannya? ”Bervariasi, dari ratusan ribu sampai Rp 10 juta per bulan.”
Bahkan, pasien tak mampu yang menderita sakit parah pun tanpa ragu dikirim Lo ke Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo. Dengan mengantongi surat dari dokter Lo, pasien biasanya diterima pihak rumah sakit, yang lalu membebankan biaya perawatan kepada Lo.
-
Aman Saat Kerusuhan 1998
Nama dokter Lo sebagai rujukan, terutama bagi kalangan warga tak mampu, relatif ”populer”. Namun, mantan Direktur RS Kasih Ibu ini justru tak suka pada publikasi. Beberapa kali dia menolak permintaan wawancara dari media.
”Enggak usahlah diberita-beritakan. Saya bukan siapa-siapa,” ujarnya.
Bagi Lo, apa yang dia lakukan selama ini sekadar membantu mereka yang tak mampu dan membutuhkan pertolongan dokter. ”Apa yang saya lakukan itu biasa dilakukan orang lain juga. Jadi, tak ada yang istimewa,” ujarnya.
Di kalangan warga Solo, terutama di sekitar tempat tinggalnya, Lo dikenal sebagai sosok yang selalu bersedia menolong siapa pun yang membutuhkan. Tak heran jika saat terjadi kerusuhan rasial di Solo pada Mei 1998, rumah dokter keturunan Tionghoa ini justru dijaga ketat oleh masyarakat setempat.
Lo juga tak merasa khawatir. Justru para tetangga yang meminta dia tidak membuka praktik pada masa kerusuhan itu mengingat situasinya rawan, terutama bagi warga keturunan Tionghoa. Namun, Lo menolak permintaan itu, dia tetap menerima pasien yang datang.
”Saya mengingatkan dokter, kenapa buka praktik. Wong suasananya kritis. Eh, saya yang malah dimarahi dokter. Katanya, dokter akan tetap buka praktik, kasihan sama orang yang sudah datang jauh-jauh mau berobat,” cerita Putut Hari Purwanto (46), warga Purwodiningratan, yang rumahnya tak jauh dari rumah Lo.
Bahkan, meski tentara datang ke rumah Lo untuk mengevakuasi dia ke tempat yang aman, Lo tetap menolak. Maka, wargalah yang kemudian berjaga-jaga di rumah Lo agar dia tak menjadi sasaran kerusuhan.
”Saya ini orang Solo, jadi tak perlu pergi ke mana-mana. Buat apa?” ucapnya.
-
Anugerah
Menjadi dokter, bagi Lo, adalah sebuah anugerah. Dia kemudian bercerita, seorang dokter di Solo yang dikenal dengan nama dokter Oen, seniornya, dan sang ayahlah yang membentuk sosoknya. Dokter Oen dan sang ayah kini telah tiada.
Lo selalu ingat pesan ayahnya saat memutuskan belajar di sekolah kedokteran. ”Ayah saya berkali-kali mengatakan, kalau saya mau jadi dokter, ya jangan dagang. Kalau mau dagang, jangan jadi dokter. Makanya, siapa pun orang yang datang ke sini, miskin atau kaya, saya harus terbuka. Saya tidak pasang tarif,” kata Lo yang namanya masuk dalam buku Kitab Solo itu. Papan praktik dokter pun selama bertahun-tahun tak pernah dia pasang. Kalau belakangan ini dia memasang papan nama praktik dokternya, itu karena harus memenuhi peraturan pemerintah.
Tentang peran dokter Oen dalam dirinya, Lo bercerita, selama sekitar 15 tahun dia bekerja kepada dokter Oen yang dia jadikan sebagai panutan. ”Dokter Oen itu jiwa sosialnya tinggi dan kehidupan sehari-harinya sederhana,” ujarnya.
Dari kedua orang itulah, Lo belajar bahwa kebahagiaan justru muncul saat kita bisa berbuat sesuatu bagi sesama. ”Ini bukan berarti saya tak menerima bayaran dari pasien, tetapi kepuasan bisa membantu sesama yang tidak bisa dibayar dengan uang,” katanya sambil bercerita, sebagian pasien yang datang dari desa suka membawakan pisang untuknya.
Gaya hidup sederhana membuat Lo merasa pendapatan sebagai dokter bisa lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Apalagi, dia dan sang istri, Maria Gan May Kwee atau Maria Gandi, yang dinikahinya tahun 1968, tak memiliki anak.
”Kebutuhan kami hanya makan. Lagi pula orang seumur saya, seberapa banyak sih makannya?” ujar Lo.
Bahkan, di mata para pasien, Lo seakan tak pernah ”cuti” praktik. Lies (55), ibu dua anak, warga Kepatihan Kulon, Solo, yang selama puluhan tahun menjadi pasiennya mengatakan, ”Dokter Lo praktik pagi dan malam. Setiap kali saya datang tak pernah tutup. Sepertinya, dokter Lo selalu ada kapan pun kami memerlukan.”


REVIEW

LUAR BIASA. Jaman seperti ini masih saja ada orang berhati emas seperti beliau. Banyak orang yang tidak peduli dengan sesame, tetapi tidak untuk dokter Lo Siaw Ging, jujur saya sendiri pun tidak pernah menemukan seseorang yang luar biasa baiknya. Pengabdian beliau yang bekerja dibidang jasa benar-benar patut dicontoh. Bahkan beliau pun tidak ingin ada siapapun yang mempublikasikan tentang kegiatan yang beliau jalani tanpa pamrih tersebut. Ini bisa jadi panutan bagi kita semua, bahwa kehidupan ini tidak selamanya sempurna dan janganlah pernah ragu untuk membantu sesame karena itu adalah tindakan yang sangat mulia.

Siswi SMP Ini Membual Telah Diperkosa



KEDIRI, KOMPAS.com — Siswi sebuah sekolah menengah pertama yang mengaku diculik dan diperkosa sopir angkot di Kediri, Jawa Timur, ternyata hanya membual dan memberi laporan palsu. Ia mengarang cerita karena bolos sekolah. 

Dari penyelidikan polisi, Lnt (14) mengarang cerita karena takut dimarahi orangtuanya seusai bolos dari sekolah, Selasa (1/5/2012). Saat bolos itu, ia pergi kencan bersama teman prianya ke kawasan wisata perbukitan Selomangkleng. Padahal, sebelumnya siswi asal Semen, Kabupaten Kediri, ini mengaku diculik dan diperkosa oleh sopir angkot. 

Mendapati cerita itu, keluarganya mendatangi Mapolres untuk membuat laporan. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan oleh Satuan Reserse Kriminal. Terhadap Lnt juga dilakukan visum untuk memperkuat laporan tersebut. Hingga akhirnya petugas mengungkap cerita bohong itu. 

Kepala Sub Bagian Humas Polres Kediri Kota Ajun Komisaris Surono mengatakan, pihaknya masih belum menentukan langkah selanjutnya terhadap status Lnt. " Kita masih belum bisa terapkan pasal laporan palsu atau pidana lainnya, pendalaman masih terus dilakukan," kata Surono, Kamis (3/5/2012).

Namun, lanjut Surono, hasil visum terhadap Lnt memang ditemukan adanya bekas luka persetubuhan, tetapi luka tersebut adalah luka lama. Oleh sebab itu, kemungkinan besar pihaknya akan mengarahkan kasus ini pada pencabulan. "Meskipun hubungan dilakukan suka sama suka, namun korban masih di bawah umur," tegasnya.


REVIEW

Kebohongan yang dibuat oleh siswi smp tersebut benar-benar keterlaluan. Dia tidak hanya membohongi kedua orangtuanya tetapi juga telah berhasil membohongi oknum setempat. Entah apa yang telah merasuki jiwa anak tsebut sampai dia berani membohongi orang-orang disekitarnya. Apa mungkin karena perasaan cinta yang telah merasuki pikirannya itu. Mungkinkah karena faktor dari orangtua yang tidak terlalu memperhatikan sehingga ank seusia itu sudah di perkenalkan masalah percintaan. Seharusnya hubungan antara anak dan orangtua harus di perhatikan juga dengan komunikasi. Karena jika tidak ada kebiasaan memantau seorang anak yang masih belia bisa-bisa suatu saat nanti terjerumus oleh hal-hal negative lain atau mungkin dia bisa berbuat lebih dari masalah diatas.

Contoh Kasus Phobia Sekolah dan Penanganannya


Dua minggu yang lalu, saya berkonsentrasi untuk menangani siswa yang tidak mau berangkat ke sekolah dikarenakan memiliki masalah di sekolah yang belum terselesaikan. Namanya Aman (saya pernah membahasnya dalam artikel saya yang berjudul Aku Hanya Diam Ketika Kalian Memanggilku Autis). Pada artikel tersebut, saya menceritakan bahwa Aman memiliki masalah ketidakmampuan menjalin hubunga sosial yang baik dengan teman sebayanya dikarenakan terlalu banyak bermain game online. Semakin berjalannya waktu dan ketidakmampuan Aman untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, masalah Aman ini menjadi meluas. Tidak hanya dengan teman-teman sebayanya tetapi juga dengan guru-guru pengajar.
Yang menjadi perhatian saya adalah ketika Aman berbicara dengan orang lain. Tidak terfokus dengan lawan bicara, hanya tersenyum-senyum sambil menggerakkan kepalanya dengan hitungan patah-patah seperti boneka kayu yang kaku dan pandangan kosong lurus ke depan. Hitungan fokus untuk menatap lawan bicara hanya kurang dari 6 detik dan fokus pada topik pembicaraan hanya kurang dari 9 detik. Pola seperti ini, terulang terus menerus ketika Aman dihadapkan pada situasi yang mengharuskan dia untuk berkomunikasi dengan dua orang atau lebih.
Pola yang terulang terus-menerus setiap kali berbicara dengan Aman,membuat teman-teman sekelasnya menjauhi Aman. Bahkan ada seorang guru yang membentak Aman dengan menggunakan kata “gendheng dan autis.”
Masalah baru muncul. Aman tidak hadir di sekolah sampai hampir 1 minggu. Menurut pengakuan ibunya, setiap disuruh berangkat ke sekolah, badan Aman mendadak panas dan kakinya dingin yang disertai dengan diare. Empat surat izin tidak masuk karena sakit dari orang tua Aman, terdapat diatas meja kerja saya. Tiga kali diperiksakan ke dokter oleh orang tuanya, tidak diketahui adanya penyakit berbahaya. Menurut analisa dokter, sakitnya Aman dikarenakan Aman mengalami stres berat dan ketakutan akan sesuatu. Kepada ibunya, Aman bercerita kalau dia takut berhadapan dengan guru yang mengatakan dia gendheng dan autis. Sehingga membuat dia takut berangkat ke sekolah.
Gejala yang dialami oleh Aman, menunjukkan bahwa Aman terserang Phobia Sekolah. Menurut Jacinta F. Rini, phobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat atau pada hari Minggu atau hari libur. Phobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolah.
Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria phobia sekolah, yaitu:
  • Menolak untuk berangkat ke sekolah.
  • Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang
  • Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan orang tua atau pengasuhnya, atau menunjukkan tantrum-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya
  • Menunjukkan ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang dan ini berlangsung selama periode tertentu.
  • Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
  • Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah.
  • Mengemukakan keluhan lain (diluar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.
  • Senang berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul .
Berdasarkan pengalaman yang sudah saya alami, menangani masalah phobia sekolah cukuplah rumit karena ada keinginan dari anak untuk tidak terbuka terhadap pemasalahannya. Namun, jangan berkecil hati apabila ada anak atau siswa anda yang mengalami phobia sekolah karena saya akan memberikan beberapa cara untuk membantu anak atau siswa dalam menghadapi phobia sekolah.
Untuk orang tua, yang bisa dilakukan adalah :
  • Mengetahui sejak awal gejala yang muncul pada anak sehingga bisa ditangani lebih cepat. Gejala yang muncul ini terjadi pada anak yang berbeda dengan kebiasaan sehari-hari.
  • Tanyakan pada anak sebab terjadinya perubahan tersebut dan beri arahan apabila perubahan itu berdampak negatif bagi anak dan masa depannya.
  • Membantu anak agar bisa menangani masalahnya sendiri dengan memberikan nasehat atau saran serta menanamkan rasa tanggung jawab.
  • Orang tua lebih terbuka atas masalah anak karena masalah yang dialami oleh jaman sekarang jauh berbeda dengan anak-anak jaman dahulu.
  • Berkunsultasi dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah phobia sekolah anak seperti dengan guru dan psikolog.
Sedangkan untuk guru sebagai wali kelas atau untuk guru pembimbing, yang bisa dilakukan adalah :
  • Memperhatikan kehadiran siswa di sekolah. Apabila siswa jarang masuk atau tidak masuk pada hari-hari tertentu, segera cari tahu apa penyebabnya.
  • Membantu siswa menyelesaikan masalah yang menjadi penyebab munculnya phobia sekolah.
  • Bekerja sama dengan guru bidang studi dan wali kelas terkait dengan phobia sekolah yang dialami siswa.
  • Bekerja sama dengan orang tua untuk mencari tau penyebab munculnya phobia sekolah pada siswa dan bekerja sama dalam menyelesaikannya.
  • Merujuk siswa ke psikolog apabila dirasa masalah phobia sekolah pada siswa sudah tidak dapat ditangani oleh pihak sekolah.
Membimbing siswa lain untuk lebih memperhatikan siswa yang mengalami phobia sekolah dengan harapan dapat memberikan motivasi sehingga masalah phobia sekolah dapat pelan-pelan teratasi.
Semoga pengalaman ini, dapat memberikan manfaat bagi anda semua.
Sumber : http://Contoh Kasus Phobia Sekolah dan Penanganannya

REVIEW 

Bicara masalah phobia sedikit sama dengan rasa trauma dan ketakutan. Dari  masalah diatas diceritakan bahwa anak yang terkena syndrome phobia untuk masuk sekolah  lantaran dari pihak guru dan sebagian dari teman-temannya telah mengejek , mencemooh bahkan mengutuknya karena dia tidak sesempurna teman-temannya. Hal itu mengakibatkan si anak menjadi enggan untuk bersekolah lagi karena dia merasa takut dengan guru dan teman-temannya. Itu belum seberapa, parahnya ketika si anak mendengar kata untuk di suruh berangkat kesekolah saja sudah merasa sakit, demam, atau bisa sampai muntah. Ternyata phobia itu tidak menggangu jiwa saja,  raga pun juga bisa terserang. Untuk menyembuhkannya kembali pun sangat sulit. Diperlukan waktu yang cukup lama mungkin sampai si anak benar-benar merasa percaya diri dan ketakutannya juga hilang. Atau bahkan bisa di bawa ke psikiater.

Sabtu, 05 Mei 2012

contoh kasus ketidak adilan hukum di Indonesia


Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan.
Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?.

REVIEW
TIDAK. Itu adalah jawaban versi saya. Memang tindakan mencuri itu adalah tindakan salah. Tetapi apakah para pejabat yang menjadi koruptor juga di hukum sesuai dengan perbuatannya? Paling juga UUD (ujung-ujungnya duit) hokum di Indonesia memang sangat disepelekan, pasalnya melakukan kesalahan mengambil hak rakyat saja bisa dibeli. Bagai mana hukum dapat dijalankan kalau begitu jadinya. Keterlaluan, rakyat kecil seperti nenek Minah diperlakukan seperti itu. Dimana hati para penegak hukum ? dimana sisi keadilan berada ? kasihan Nenek Minah, sudah berusia lanjut masih dilibatkan dengan kasus sepele seperti ini.