Senin, 02 Januari 2012

Bunuh Diri No Way!



Fenomena bunuh diri sungguh yang marak akhir-akhir ini sungguh mengenaskan, memilukan dan memprihatinkan. Mengingat hal ini terjadi di bumi tercinta Indonesia yang sebagian besar penduduknya muslim, dan sebagian lain memeluk agama yang pasti melarang dan melaknat pengikutnya melakukan bunuh diri.
Akhir tahun ini, tercatat beberapa peristiwa bunuh diri yang menggemparkan karena terjadi di pusat perbelanjaan, mal. Richard Kurniawan (35) tewas setelah terjun dari lantai enam di Mall Mangga Dua Square, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (4/12). Ice Juniar (24), warga Palembang, Sumatera Selatan, jatuh dari lantai lima, West Mall Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (30/11). Reno (25) jatuh dari lantai atas Senayan City, Jakarta Pusat.  Belum lagi bunuh diri lainnya yang semakin marak dilakukan di banyak wilayah publik.
Banyak sebab yang melatarbelakangi kian maraknya fenomena bunuh diri. Sebagian besar bersifat personal yang sulit diketahui penyebabnya. Namun dari fenomena yang mengemuka, kiranya dapat diklasifikasikan beberapa penyebab dan solusi pemecahannya.
Pertama, tekanan kejiwaan seperti stres, depresi dan putus asa menghadapi dan menyelesaikan masalah. Akibat masalah yang dihadapi sedemikian kompleks, rumit dan tanpa solusi pemecahan, maka bunuh diri dianggap sebagai pemecahan terbaik.
Kedua, rasa malu karena melakukan suatu hal, seperti berhubungan dengan orang yang sudah berkeluarga, sakit hati cinta ditolak atau patah hati. Hal ini biasanya dialami remaja yang salah memaknai cinta sebagai pelampiasan nafsu atau keharusan untuk memiliki.
Ketiga, kesepian yang mendalam. Banyak orang merasa sendirian mengarungi kehidupan, tanpa teman, saudara dan kerabat. Rasa sepi diperparah dengan sikap menutup diri dan tak mau berhubungan dengan orang lain. Akibatnya, ketika mendapat tekanan dan kecaman dari lingkungan yang membuat dirinya tidak tahan, cara yang salah berupa  bunuh diri pun dilakukan.
Keempat, pengkhianatan pasangan hidup (suami atau istri), sahabat, saudara dan keluarga, yang tidak mampu dilawan oleh diri sendiri. Masalah-masalah ini dibiarkan tersimpan dalam hati dan pikiran, akibatnya pun meledak, sehingga timbul hasrat bunuh diri.
Kelima, menderita penyakit yang sulit disembuhkan, atau penyakit yang menjadi aib bagi keluarga dan masyarakat. Dibanding mengalami penderitaan berlarut-larut, jalan pintas berupa bunuh diri cenderung dipilih sang pengidap penyakit.
Keenam, harga diri. Fenomena ini banyak terjadi di Jepang, yang dipengaruhi budaya mereka yang menjujung tinggi harga diri. Kisah paling terkenal dari negeri Sakura ini adalah tindakan patriotik Kamikaze pasukan Jepang saat berlangsung Perang Dunia Kedua.
Ketujuh, merasa hidup paling susah dan menderita di muka bumi. Kesusahan hidup yang dialami seakan ditimpakan dan dirasakan sendirian, sementara orang lain hidup dalam kesenangan dan bahagia. Ini merupakan kesalahan cara pandang karena terlalu sering “melihat ke atas” atau orang-orang yang lebih kaya, populer, hebat dan sukses, atau “melihat ke samping” yaitu tetangga, teman atau kerabat yang memiliki kelebihan dalam banyak hal.
Kedelapan, pengaruh pemahaman keliru terhadap ideologi, seperti yang banyak dilakukan para teroris. Bunuh diri oleh mereka dianggap sebagai jalan pintas menuju surga. Padahal, disebutkan dalam sebuah hadits, seorang pejuang yang berjuang sampai titik darah penghabisan di zaman Rasulullah SAW, tapi ia justru disinyalir menjadi calon penghuni neraka. Sebab si pejuang itu melakukan bunuh diri dengan pedangnya sendiri karena tak kuat menahan sakit akibat luka-luka di sekujur tubuhnya.
Solusi
Bunuh diri bukan jalan terbaik menghadapi tekanan untuk menyelesaikan masalah kejiwaan akibat stres, depresi dan putus asa akibat ketidakmampuan diri menghadapi dan menyelesaikan masalah. Sebab, masih banyak cara mencairkan masalah yang dihadapi.
Saat menghadapi masalah, orang yang menghadapi masalah ini harus mampu mencari pelarian positif, mempersempit ruang lingkup masalah, dan mencari jalan keluar terbaik. Ketika solusi sudah didapat, ia harus menjalaninya dengan resiko apapun.
***
Besarnya rasa malu yang menyelimuti hati seseorang, bisa menjadi penyebab dilakukannya bunuh diri. Terlebih jika tumpukan rasa malu berhubungan dengan orang yang sudah berkeluarga, sakit hati ditolak cinta atau patah hati.
Harus disadari, rasa malu yang benar adalah bagian dari iman. Dan rasa malu karena telah berbuat salah, harus diatasi dengan usaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi kesalahan serupa, dan memupuk keyakinan bahwa setiap manusia pasti berbuat salah.
Selain itu, perlu disadari, kesalahan sesungguhnya merupakan umpan balik untuk melakukan kebenaran. Dan cinta hakiki adalah cinta kepada Allah SWT, sementara cinta sesama manusia sifatnya semu. Karena itu, cintailah seseorang sekadarnya, tanpa berlebihan.
***
Akibat kesepian yang mendalam, seseorang bisa melakukan bunuh diri. Untuk itu, saat kita merasa kesendirian, perbanyaklah berdzikir mengingat Allah. Sebab, Malaikat akan selalu menyertai orang yang senantiasa berdzikir. Andaipun diri kita memiliki sifat atau kecenderungan menyendiri, kita harus bisa meluangkan waktu sesekali untuk bergaul dalam suatu organisasi, remaja masjid, atau kegiatan bakti sosial bersama masyarakat.
***
Pengkhianatan pasangan hidup (suami atau istri), sahabat, saudara dan keluarga, banyak menjadi penyebab pelaku bunuh diri melakukan berbuatan negatif itu, karena merasa dirinya tak mampu lagi melawan kekecewaan.
Solusinya, saat menghadapi pengkhianatan, ungkapkan kekecewaan dalam bentuk amarah yang wajar, lalu renungkan diri untuk mencari jalan keluar: memaafkan atau memilih berpisah. Selanjutnya, jalankan opsi terbaik tanpa menoleh ke belakang.
***
Banyak penderita penyakit yang sulit disembuhkan atau menjadi aib bagi keluarga dan masyarakat, memilih bunuh diri untuk lekas menghilangkan beban diri dan aib keluarga maupun masyarakat.
Pelaku bunuh diri dengan motif ini, biasanya cenderung tidak sabar menghadapi cobaan yang telah menderanya. Padahal, seseorang yang menderita penyakit lalu mampu bersabar, Allah telah menjanjikan baginya tiket menuju surga. Untuk itu, orang yang tengah didera penyakit, ia  harus mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas mengerjakan banyak ibadah.
Dalam sebuah kisah disebutkan, seorang sufi pernah menderita penyakit parah yang menyebabkan dirinya hanya berbaring terus menerus. Dari cobaan itu, Allah memberinya banyak pengalaman spiritual. Sang sufi pun tak mau diobati dan disembuhkan. Sebab ia sadar, saat sembuh, pengalaman-pengalaman spritual yang dialami bisa hilang.
***
Harga diri merupakan hal yang mahal bagi manusia. Orang yang merasa harga dirinya terinjak atau tercemar, sangat mungkin untuk melakukan bunuh diri. Pelaku bunuh diri dengan alasan ini tak sadar, bahwa orang yang bersedia menjalani kehidupan dengan segala macam penderitaan, hinaan, dan kesusahan, hakikatnya adalah orang yang memiliki harga diri sangat tinggi.
***
Merasa hidup paling susah dan menderita di muka bumi, sering dirasakan orang yang tak pernah “melihat ke bawah” atau orang-oranng yang lebih susah dan menderita hidupnya.
Agar tidak ada hasrat bunuh diri akibat kekeliruan “melihat”, kita harus sering “melihat ke bawah”. Yaitu orang-orang yang lebih miskin, tidak dihargai masyarakat, pengemis, pengamen, pengasong, atau orang cacat yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Ketika diri kita merasa sebagai yang paling menderita, ingatlah tragedy tsunami yang pernah menimpa bumi Aceh yang membuat banyak jasad terbiarkan membusuk berhari-hari. Bukankah keadaan kita lebih baik dari mereka
Dalam sebuah kisah hikmah diceritakan: seorang yang paling menderita di bumi saat di akhirat ia dicelupkan sebentar ke dalam neraka. Ia berkata, “Penderitaan dunia tak ada apa-apanya.” Sementara orang yang paling bahagia di dunia lalu dimasukkan ke dalam surga sejenak, ia malah berkata, “Kebahagiaan di dunia tak ada apa-apanya.”
***
Maraknya aksi terorisme beberapa waktu lalu menjadi bukti bagaimana pengaruh kekeliruan memahami ideologi bisa menyebabkan aksi jahat.
Para teroris yang mengatasnamakan Islam itu tak lagi peduli bahwa Islam adalah agama kedamaian, rahmat bagi semesta alam, dan penyelamat umat manusia di dunia dan akhirat. Mereka pun seakan lupa, bahwa orang yang melakukan bunuh diri, tak akan diterima langit dan bumi, akan didera siksa kubur yang sangat pedih, menderita sangat parah di padang Mahsyar, dan selamanya akan berada di dalam neraka yang siksa dan penderitaannya tiada mampu dilukiskan kata-kata.
***
Berdasarkan realitas di atas, maka mulai detik ini tak boleh lagi ada orang yang bunuh diri dengan alasan apapun. Mari buat komitmen dalam diri sendiri dan setiap orang: “Bunuh diri No Way!”
Short URL: http://majalahqalam.com/?p=3205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar